Tuesday, September 29, 2009

MeMbeKasLaH RaMaDHaN kU

Gemuruh takbir mulai membahana di seluruh pelosok negeri, seluruh semesta memuji, mengagungkan dan membesarkan asma Allah menyambut hari kemenangan. Hati-hati orang beriman ikut bergemuruh. Ada sedih yang membuncah akan perpisahan dengan bulan suci ramadhan. Dan ada senyum kebahagiaan menyambut datangnya hari kemenangan.

Ah... perpisahan itu memang selalu mensisahkan kesedihan, apalagi dengan sesuatu yang kita cintai. Rasanya pertemuan itu begitu singkat. Padahal belum banyak rasanya amal sholeh yang seharusnya kita lakasanakan. Akan kah semua ibadah yang kita lakukan selama bersamanya, di terima di sisi Allah swt? Akankah kita mendapatkan Ampunan dari Allah? akankah Allah masih berkenan kepada kita untuk mempertemukan kembali dengannya, ramadhan, di masa yang akan datang? Ya Allah, kami menyesal lantaran belum mampu mengoptimalkan Ramadhan dengan baik. Padahal di situlah letak rahmat, ampunan, dan pembebasan dari siksa neraka. Itulah kesedihannya.....


Gemuruh takbir, tahlil dan tahmid menggema di seluruh penjuru bumi dan menyelusup ke dalam relung-relung hati kita. Itulah ungkapan rasa syukur kepada Allah swt setelah satu bulan penuh berhasil menjalani suatu proses pendidikan dan latihan pengendalian diri, serta proses pensucian diri, untuk menjadi pribadi-pribadi yang bertaqwa. Ya semoga saja predikat taqwa itu bisa tersematkan dalam diri-diri kita.

Rosulullah saw bersabda: "Barangsiapa menghidupkan bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah lewat." (HR. Bukhari). Kita gembira karena dengan ibadah Ramadhan yang kita laksanakan, ada harapan besar yang bisa kita raih, yakni ampunan dosa dari Allah dan dikembalikan kita kepada fitrah seperti saat baru dilahirkan. Itulah letak kebahagiaannya.

Ramadhan adalah bulan tarbiyyah, bulan pendidikan bagi kita. Lihatlah perusahan besar atau sebutlah sebuah instansi pemerintahan. Biasanya mengirimkan orang-orang terbaiknya untuk di training selama 1 atau 2 bulan agar meningkatkan kapasitasnya dan bisa mempraktekkan apa yang di trainingnya itu di terapkan seterusnya di instansinya nanti.

Begitu juga ramadhan ini datang untuk mentraining kita orang-orang yang beriman untuk mendapatkan derajat taqwa dan melewati hari-hari sepanjang tahun dengan nilai-nilai yang membekas selama ramadhan yaitu kesucian jiwa, kebeningan pikiran, kekhusyu’an ibadah, dan semangat ihsan (melakukkan yang terbaik untuk Allah) yang dapat menjadikan kita sebagai insan-insan yang merasakan muraqabatullah, bahwa Allah selalu dekat dan mengawasi apa yang kita lakukan.

Di ramadhan ini, Puasa sebulan penuh ringan kita selesaikan, sholat malam dan witir bisa tiap hari kita lakukan, tilawah alquran bisa kita khatamkan sekali bahkan ada yang sampe 5 kali dalam waktu sebulan, infak dan sodaqoh begitu mudah kita keluarkan. Subhannallah Allah mudahkan semuanya itu bagi kita untuk bisa kita lakukan selama ramadhan. Inilah training kita selama sebulan. Semoga semua itu dapat kita pertahankan di sebelas bulan berikutnya. Nilai-nilai ramadhan yang MEMBEKAS dalam pribadi kita.

Semua amalan itu adalah akan mendekatkan kita dengan Allah SWT, dan mendekatkan kita dengan surga dan RidhoNya, memudahkan kita untuk menggapai segala cita dan impian kita tentang dunia dan juga akhirat.

Lihatlah sejarah telah membuktikannya. Kisah tentang panglima Muda yang di usianya yang ke 23 telah membuat seluruh syuhada cemburu padanya dan membuat dunia tercengang karena menyebrangkan kapal-kapalnya melewati gunung diatas bongkahan-bongkahan kayu yang dilumuri lemak ternak, dia sang penakluk konstantinopel, Muhammad Al Fatih. Obsesi kaum muslimin selama 7 abad sejak Rosulullah saw memberikan Nubuwat : “Konstantinopel akan bisa ditaklukkan di tangan seorang laki-laki . Maka sebaik-baik panglima adalah yang menaklukkannya dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad).

Kisah tentang Al Fatih ini ku baca di buku karangannya Salim A. Fillah, “Jalan Cinta Para Pejuang”, berikut kutipannya :

Ia tahu, hanya seorang yang paling bertaqwa yang layak mendapatkannya.
Ia tahu, hanya sebaik-baik pasukan yang layak mendampinginya
Maka disepertiga malam terakhir menjelang penyerbuan bersejarah itu..
Ia berdiri diatas mimbar, dan meminta semua pasukan berdiri..

“Saudara-saudaraku dijalan Allah. Amanah yang dipikulkan ke pundak kita menuntut hanya yang terbaik yang layak mendapatkannya. Tujuh ratus tahun lamanya nubuat Rasulullah telah menggerakkan para mujahid tangguh, tetapi Allah belum mengizinkan mereka memenuhinya.”
Lalu dimulailah sang Panglima, mengecek bagaimana kondisi pasukannya yang membuat tubuh bergetar membacanya..

“Aku katakan pada kalian sekarang, yang pernah meninggalkan shalat fardhu sejak balighnya, silahkan duduk!”
Begitu sunyi, tak seorangpun bergerak.

“Yang pernah meninggalkan puasa Ramadhan, silahkan duduk!”
Andai sebutir keringat jatuh ketika itu, pasti terdengar. Hening sekali, tak satu pun bergerak.

“Yang pernah mengkhatamkan Al-Qur’an melebihi sebulan, silahkan duduk!”
Kali ini, beberapa gelintir orang perlahan menekuk kakinya. Berlutut berlinangan air mata

“Yang pernah kehilangan hafalan Al-Qur’an-nya, silahkan duduk!”
Kali ini lebih banyak yang menangis sedih, khawatir tidak terikut menjadi ujung tombak pasukan. Mereka duduk.

“Yang pernah meninggalkan shalat malam sejak balighnya silahkan duduk!”
Tinggal sedikit yang masih berdiri, dengan wajah yang sangat tegang, dada berdegup kencang, dan tubuh menggeletar.

“Yang pernah meninggalkan puasa Ayyamul Bidh, silahkan duduk!”
Kali ini… semua terduduk lemas. Hanya satu orang yang masih berdiri…

Dia.. Sang Sultan..
Muhammad Al Fatih..
Dan kita sekarang mengetahui bahwa akhirnya obsesi 7 abad itu berhasil diwujudkan..
Konstantinopel menjadi bagian dari umat Muslim..
Penaklukan oleh sebaik-baiknya pasukan dan sebaik-baiknya panglima..

Subhallah.... bagaimanakah kita jika diberikan pertanyaan yang sama saat ini? sampai pertanyaan keberapakah kita sanggup berdiri? Aku membayangkan perasaan ku jika berada di pasukan itu saat itu. Ah..., mungki aku termasuk dari mereka yang duduk. Menangis sedih khawatir tidak bisa menjadi bagian dari pejuang ketika kemenangan itu diperoleh umat islam. Karena hanya yang terbaiklah yang akan pergi!!

Ah... saya kembali tersadar kenapa mesti dalam liqo-liqo pekanan kita para murobbi/ah kita selalu mempertanyakan amal yaumian kita. Memotivasi kita untuk gemar beribadah. Melihat seberapa dekat kita dengan Allah. Karena mereka ingin memastikan ‘pasukan’ kecil mereka adalah pasukan yang selalu memperbaiki diri dan semakin dekat dengan Allah. Dan mereka sebagai ‘panglima’ harus berusaha lebih baik lagi dari ‘pasukan’nya.Dari lingkaran kecil itu kita dididik untuk menjadi generasi Rabbani yang tegaknya kembali kemulian islam di muka bumi ini ada dipundaknya. Dan kemenangan itu... ya kemenangan itu akan semakin dekat dengan kita ketika kita juga semakin dekat dengan Allah SWT.

Ramadhan kali ini telah melatih kita untuk dekat dengan Allah. Melatih kita mengerjakan amal sholeh itu dengan mudah. Semoga semua itu bisa membekas dan tak pernah lagi pudar ketika kita mengarungi 11 bulan kita di luar ramadhan. Posisi kita mungkin sebagai ‘pasukan’ dalam organisasi kita atau mungkin juga ada yang menjadi ‘panglima’nya maka jadilah sebaik-baik pasukan dan sebaik-baik panglimanya. Yang paling bertaqwa di hadapan Allah. sehingga apa yang kita cita kan tentang hidup dalam kemulian islam atau mati sebagai syuhada itu dapatlah kita raih.


Allahumma balligna ramadhan....

No comments: