Monday, May 25, 2009

pAk TuA

Setelah seharian mengikuti baksos di dua tempat berbeda. Dari pagi sampe malam. Dan disaat semua pasien telah diperiksa dan bersiap-siap untuk pulang. Ternyata ada lagi pasien yang keluarganya datang ke posko meminta agar kami kerumahnya. Disana ada yang sakit dan kondisinya yang tidak memungkinkan untuk datang di tempat pemeriksaan kesehatan.

Saya dan k syarif (sdh dokter mi tawwa) yang langsung ke rumah pasien. Ada seorang bapak yang tergeletak lemah di atas tempat tidurnya. Kakinya lumpuh sebelah. Tak bisa lagi dia gerakkan. Tubuhnya kurus kering kerontang, sampai kau dapat melihat jelas tulang-tulang rusuknya. Hei, ada tattoo kelelawar di sebagian besar dadanya. Terbentang. Di lengan kanannya juga ada. Beberapa luka bekas jahitan pun menghiasi tubuhnya. Si ibu yang mungkin sempat melihat tatapanku yang sedikit aneh, langsung menjelaskan. “Bapak dulu punya kebiasan buruk, suka mabok dan perokok berat. Dia termasuk orang yang ditakuti disini karena suka sekali berkelahi. Mungkin karena dulu begitu sekarang mi baru muncul akibatnya”.


Ketika sy memeriksa tekanan darahnya, ya Allah… terasa sekali bahwa orang ini seperti tulang yang terbungkus kulit. Kurus sekali. Orang yang dulunya ditakuti dan punya kuasa, Tapi jika kau melihatnya sekarang, dia sudah tak berdaya. Hanya menghabiskan waktunya diatas pembaringannya.
Kebutuhannya pun bergantung dengan orang lain. Begitu mudahnya Allah membalikkan sebuah keadaan.

Pak tua itu terkena TBC yang sudah parah. Dan sedang menjalani pengobatan. Dia mengeluh sudah banyak dan lama meminum obat tapi dia tak kunjung sembuh. Ada tatapan kekecewan yg dia pancarkan lewat kedua matanya. “Tak perlu lagi obat itu! Saya masih tetap tidak bisa berdiri”. Keluhnya dengan bahasa yang tidak terlalu jelas.

Kalau melihat kondisinya, Tidak ada lagi yang bs dilakukan untuk memulihkan kondisi bapak ini seperti semula. Obat-obatan yang ada hanya bisa membantu untuk mengurangi penderitaannya.

Karena obatnya masih ada dari puskesmas. Obat tbc yang diberikan Cuma2 oleh pemerintah. K syarif hanya memberikan semangat kepada itu bapak. Memberikan harapan. Bahwa insya Allah sakit yang di derita sekarang ini, jika dihadapi dengan kesabaran akan menjadi segala penghapus dosa yang lalu. “Jangan pernah menyerah Pak! karena Allah juga menilai pahala atas kesungguhan bapak untuk sembuh, tetap diminum obatnya pak!”. Ujar k’ syarif sambil menggenggam tangan bapak itu. Erat. Sepertinya ingin mengalirkan semangat baru kepada bapak itu.

Kulihat binar matanya,seolah menyimak dengan baik saran dari dokternya ini. ada juga sinar penyesalan disana. Mungkin mendengar kata dosa dan pahala.

Ah saya langsung membayangkan keadaan diri, bagaimana kalo ini menimpa diriku. Terbaring lemah tak berdaya. Disaat-saat menjelang ajal sedang bekal untuk akhirat masih sangat jauh dari cukup.
Harus seperti itukah dulu kondisi kita baru akan tersadar ? apakah penyesalan itu memang selalu berada di akhir?

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu seluruh kebaikan yang telah ada maupun yang akan ada. Kebaikan yang telah kuketahui dan kebaikan yang belum kuketahui. Dan aku berlindung kepadaMu dari seluruh keburukan yang telah datang maupun yang akan datang. Keburukan yang telah kuketahui dan yang belum kuketahui. Dan aku memohon surgaMu dan apa-apa yang bisa mendekatkan kepadanya, baik ucapan maupun perbuatan. Aku berlindung kepadaMu dari api neraka dan apa-apa yang mendekatkannya, baik dari ucapan maupun perbuatan”. (h.r. Al Hakim, dari Aisyah)

No comments: